Puisi Sedih Tentang Kehidupan yang Pahit 2022

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit
Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit

Puisi Sedih Tentang Kehidupan yang Pahit – Hai, Sahabat jagad maya! Pasti sering baper saat membaca tulisan di media sosial kita kan? Tulisan seperti puisi memang sering muncul di berbagai media sosial sebagai wujud pengekspresian manusia. Karena memang ada yang terbiasa menceritakan apa yang mereka rasakan. Kemudian berusaha mencari alternatif lain untuk bercerita dengan menggunakan pilihan-pilihan kata yang indah.

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit yang kami sajikan ini merupakan wujud ungkapan perasaan seseorang yang digoreskan dengan penuh perasaan duka. Pada kesempatan kali ini tim ayojawab.com akan membagikan puisi-puisi tentang perasaan sedih tersebut dan sebebas mungkin bisa Anda akses melalui laman ini.

Read More

Ada banyak kisah sedih menyentuh hati yang akan kami bagikan di laman ini. Tetapi, sebelumya siapkan tisu terlebih dahulu, barangkali nanti air matanya menetes membasahi pipi.

Puisi Sedih Tentang Kehidupan

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut ini bisa membuat air mata kalian langsung meleleh. Karena memang benar-benar bisa menyayat hati para pembaca budiman. Silahkan Anda simak!

Sebab Rindu Menggumpal Di Gelas Kopi

Apakah kau pernah bertanya
Sebab rindu itu menggumpal di gelas-gelas kopi
atau kau pernah mendengar aku
menyebut namamu
di sepanjang musim kemarau

Sepertinya senyuman mu sudah keterlaluan padahal
etalase gedung-gedung bertingkat masih saja angkuh untuk melipat jarak
tidakkah kau menyadari
bahwa ada senyuman yang menjadi luka
meski tersamarkan oleh perjalanan waktu

Apakah kau pernah bertanya
sebab rindu itu terlalu pahit untuk dinikmati
meski terkadang tiada tempat sudi untuk menampungnya selain gelas kopi
yang sudah tercemar debu jalanan
Kau terlalu polos

Sebab Cemburu

Sepi menggeliat bersama kabut yang mabuk
Ia pura-pura turun menghampiri tanah liat yang sedikit memar dibakar terik panas cahaya matahari.
Ini malam ada bulan terlanjur telanjang jatuh di kolam lalu berenang riang bersama ikan lele yang hampir 5 bulan tinggal di sana

Tidak lama kemudian airnya pun semakin keruh membuat lekuk tubuh terlihat semakin samar-samar
Hanya mata sayup menyibak hasrat untuk mengecup bibir berlumur lumpur berwarna kecoklatan
Kobaran api pun semakin menjadi-jadi membakar tumpukan ranting kering yang jatuh tertiup angin dari selatan

Ini malam tak perlu engkau memberi kabar tentang mu
Sebab aku tak ingin ada luka semakin menganga
Karena secangkir kopi pun terlajur dingin meski ada yang terburu-buru menyeduh nya
Aku pikir engkau juga akan cemburu padaku saat melihat bulan telanjang berteriak-teriak seperti
Anak kecil yang baru saja kasmaran

Perahu Daun

Apa kabar perempuan yang mati di telaga kerinduan?
Masih adakah sisa-sisa kata di bibirmu yang suci

Setelah hujan yang tabah itu, merahasiakan jejak-jejak kakimu di jalan sunyi

Buatkan aku perahu dari sisa-sisa daun waktu yang terdampar di taman mu agar aku bisa berlayar dalam kesederhanaan untuk mencintaimu meskipun itu amatlah rumit

Tidurlah dalam gelapnya malam
biarkan saja rindu yang gaduh berjalan mengitari jejak hujan
tempat engkau merias senyum, meski bibirmu terlihat pucat pasi
setelah mengecup secangkir kopi di gelas ku

Mengenang Luka

Di bawah pohon trembesi kutitipkan air mataku
pada gumpalan awan mendung, agar ia menjadi hujan!
yang menumbuhkan bunga-bunga mawar di taman orang jatuh cinta

Apakah kita akan mengenang luka yang abadi
Sehingga tak biarkan orang lain mencurinya tanpa sebab dan alasan yang pasti
Sebab luka itu abadi, sedangkan yang rapuh hanyalah rindu!

Tidurlah Di bawah Payung

Setelah hujan reda,
kutemukan Bulan sedang tidur
di bawah payung
wajahnya tersenyum

Mungkin ia sedang bermimpi
tentang langit yang runtuh
dan bumi yang melayang-layang
anak-anak kecil terbang memainkan sayap
barunya yang mungil

Atau mungkin tentang kita
yang tenggelam di sepanjang aliran
sungai sejarah

Puisi Sedih Tentang Kehidupan yang Pahit

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit ini semoga bisa dijadikan refleksi diri. Bahwa kehidupan ini tidak selamanya berjalan sesuai rencana, namun tugas kita adalah mensyukuri setiap perjalanan yang sudah berhasil kita lalui. Semoga puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut ini dapat memperkuat tekad kita semua dalam mengarungi samudera kehidupan.

puisi sedih tentang kehidupan yang pahit
Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit dalam percintaan

Selamat menyimak!

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut berjudul: “Dalam Diam”

Dalam Diam

Telah aku bakar surat keterangan yang telah dikirimkan oleh senja kepadaku
Ada sedikit suara berisik antara angin dan kamu
Setelah menjadi abu
Sengaja aku tidak tahu bagaimana caranya nanti sampai padamu.
Tidak ada satu pun dari mereka tau

Bahwa terhitung detik ini, ada hati laki-laki melebur bersama abu
Aku hanya jatuh cinta padamu,
Tidak perlu repot-repot lagi mencari hati yang terluka
Cukup kamu baca keterangan selengkapnya di sini
Ya, dalam hatimu sendiri mengapa kamu begitu rapuh!

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut berjudul: “Trotoar”

Trotoar

Di Trotoar mari menggelar tikar
Apakah kamu juga memesan kejenuhan?
Ketika Bulan Bunting jatuh
Sepotong demi sepotong bagian tubuhnya
Menjadi rebutan pengguna jalan

Orang asing, dengan rasa bangga mencuri Bulan
Hanya sekedar untuk dibawa pulang menuju rumah
Setelah itu malam mati
Kamu hanya sekedar memesan susu
Padahal aku sedang diet kopi

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut ini berjudul: “Senja Di Dua Kota”

Senja Di Dua Kota

Untuk rindu yang aku bunuh
Jangan kembali datang dan pulang menuju rumah
Karena tiada sisa pengharapan
Berdamai lah dengan kematian itu?

Aku tidak mencintai siapa pun
selain cinta itu sendiri
Bukankah kita sama-sama asing,
dan tidak saling kenal
Lalu untuk apa kita saling memesan nama
di depan pintu langit

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut ini berjudul: “Hujan Di Mata Perempuan”

Hujan Di Mata Perempuan

Hujan semakin deras suaranya menerobos paksa kaca jendela, pintu, dan dinding cafe yang terbuat dari potongan sisa limbah kayu.

Ada yang ingin membunuh dan mengobati kejenuhan yang mulai membatu,

tanpa ada siapapun yang terlibat di dalamnya.

Ada lengking suara, bergema di antara celah-celah trotoar ketika hujan yang bergesek dengan jalan beraspal

Mereka berdua tidak ada yang memesan sebuah pertemuan antara hujan dan daun-daun yang hendak berangkat berlayar atau hanya sekedar mengulur kesempatan.

Apakah mencintai atau dicintai memiliki definisi sama, lalu mengapa kita harus bersepakat untuk terluka?

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut ini berjudul: “Waktu yang Membisu”

Waktu yang Membisu

Siang kali ini barangkali akan menjadi dua puluh empat jam,
dan kopi yang mulai sekarat di lambung, menggertak liar
Namun, aku hanya bisa diam tanpa berceloteh
Sesekali sejenak memandang
Seribu wajah bulan yang mulai tenggelam di wajahmu

Aku sejenak membunuh rindu
diam-diam tanpa sepengetahuan waktu

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut ini berjudul: “Menjaring Angin”

Menjaring Angin

Berguguran kelopak bunga
di bawah hitamnya telapak kaki langit
Udara dipenuhi uap air
Mata air yang menguap
Air dingin dari jendela-jendela kayu
Di peluk cahaya bulan

Mengambang berkaca-kaca.
Tidak ada orang lain, yang menjaring angin.
angin malam.
Matamu memainkan siluet.
Dari kejahuaan, menembus ladang ilalang
Rumah-rumah menebar senyuman.

Ada yang tertawan juga pada akhirnya menjaring makna
Lirih dalam detak jantung malam
Lalu terkabarkan pada angin yang berhembus dari sajadah kata-kata
Aku menawanmu

Sampai suara detak jantung lebur
Mengikuti kemana arah perginya
Kelopak bunga mawar ungu
Tiada lagi menjadi warna kesukaan

Kamu boleh melepaskannya
dan bawalah kemana pun suka

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit berikut ini berjudul: “Daun Kering”

Daun Kering

Ada yang berserak di taman
dan tidak sempat terbaca oleh api
Sapu lidi telah tumbuh kokoh menembus tembok
dibuatnya mekar bunga-bunga kertas, lalu menjadi lukisan

Kering terbungkus pigura bambu
Ada yang melayang-layang di udara.
Itu rindu, lalu terjebak diantara kata.
Sedang pena tidak pernah sepakat dengan waktu.

Kertas buram semakin lusuh menjadi abu.
Api membaca terlalu cepat, sedangkan angin sekarat
Di bibirmu

Puisi sedih tentang kehidupan yang pahit yang telah tersaji di atas semoga menambah optimisme hidup Anda. Tetap semangat! Jangan Menyerah!

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *